Keluarga Talmudian
Tahun 1770, saat berusia 27 tahun, Rothschild menikahi Guetele
Schnaper yang masih berusia tujuhbelas tahun. Dari perkawinannya,
mereka dikarunia sepuluh orang anak. Putera-puteranya bernama Amshell
III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl) dan Jacob (James). Kepada
anak-anaknya, selain mendidik mereka dengan keras soal pengetahuan
bisnis perbankan dan aneka pengalamannya, Rothschild I juga menanamkan
kepada mereka keyakinan-keyakinan Talmudian (bukan Taurat) dengan
intensif.
Frederich Morton, penulis biografi Dinasti Rothschild menulis, “Setiap
Sabtu malam, usai kebaktian di sinagoga, Amshell mengundang seorang
rabi ke rumahnya. Sambil duduk membungkuk di kursi hijau, mencicipi
anggur, mereka berbincang-bincang sampai larut malam. Bahkan pada hari
kerja pun Amshell sering terlihat mendaras Talmud …dan seluruh keluarga
harus duduk dan mendengarkan dengan tertib.”
Keluarga Rotschild merupakan keluarga Yahudi yang berpandangan
Talmudian. Mereka sangat percaya bahwa Tuhan, sesuai keyakinan dalam
ayat-ayat Talmud, telah memilih bangsa Yahudi sebagai manusia super,
satu-satunya ras manusia, sedangkan orang lain yang bukan Yahudi
merupakan ras yang derajatnya sama dan setara dengan hewan. Mereka sama
sekali tidak perduli dengan orang lain, dan hanya perduli dengan
kepentingan sesama Yahudi Talmudian
Wilhelm von Hanau merupakan seorang kepala negara yang kaya raya dan
berpengaruh. Bisa jadi, bisnis utama Wilhelm yang memiliki sepasukan
tentara sewaan (bisnis ini juga berasal dari bisnis para Templar!)
membuatnya disegani tidak saja di Jerman tetapi juga di wilayah-wilayah
sekitarnya. Wilhelm juga memiliki kekerabatan dengan sejumlah keluarga
kerajaan Eropa lainnya. Inggris merupakan salah satu langganan setia
dalam bisnis tentara sewaannya. Harap maklum, daerah koloni Inggris di
seberang lautan sangat luas dan banyak.
Dalam bisnis ini, Rothschild bertindak sebagai dealernya. Karena
kerja Rothschild begitu memuaskan, maka Wilhelm pernah memberinya hibah
uang sebanyak 600.000 pound atau senilai tiga juta dollar AS dalam
bentuk deposito. Dari usahanya ini, Wilhelm memiliki banyak uang.
Ketika meninggal, Wilhelm meninggalkan warisan terbesar dalam rekor
warisan raja Eropa yakni setara dengan 200 juta dollar AS! (Maulani;
2002)
Sumber lainnya mengatakan bahwa uang sebesar tiga juta dollar AS itu
sebenarnya berasal dari pembayaran sewa tentara kerajaan Inggris
kepada Wilhelm, namun digelapkan oleh Rothschild (Jewish Encyclopedia, Vol. 10, h.494).
Dengan bermodalkan uang haram inilah Rothschild membangun kerajaan
bisnis perbankannya yang pertama dan menjadi bankir internasional yang
pertama. Sebenarnya, Rothschild I ini tidak membangun kerajaannya
sendiri. Beberapa tahun sebelumnya ia telah mengirim anak bungsunya,
Nathan Rothschild yang dianggap paling berbakat ke Inggris untuk
memimpin bisnis keluarga di wilayah tersebut. Di London Nathan
mendirikan sebuah bank dagang dan modalnya diberikan oleh Rothschild I
sebesar tiga juta dollar AS yang berasal dari uang haram itu.
Di London, Nathan Rothschild menginventasikan uang itu dalam bentuk emas-emas batangan dari East India Company.
Berasal dari uang haram, diputar dengan cara yang penuh dengan tipu
daya, memakai sistem ribawi yang juga haram, kian berkembanglah bisnis
keuangan keluarga Rothschild ke seluruh Eropa. Berdirilah
cabang-cabang perusahaan Rothschild di Berlin, Paris, Napoli, dan
Vienna. Rothschild I menempatkan setiap anaknya menjadi pemimpin usaha
di cabang-cabangnya itu. Karl di Napoli, Jacob di Paris, Salomon di
Vienna, dan Amshell III di Berlin. Kantor pusatnya tetap di London.
Rothschild I meninggal dunia pada 19 September 1812. Beberapa hari
sebelum mangkat, ia menulis sebuah surat wasiat yang antara lain
berbunyi:
- Hanya keturunan laki-laki yang diperbolehkan berbisnis. Semua posisi kunci harus dipegang oleh keluarga.
- Anggota keluarga hanya boleh
mengawini saudara sepupu sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu
dua kali (satu paman). Dengan demikian harta kekayaan keluarga tidak
jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini dipegang ketat, tapi
ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan sebagai pengusaha
dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya boleh mengawini
anggota-anggota terpilih.
Dinasti Rothschild tidak punya sahabat atau sekutu sejati. Baginya,
sahabat adalah mereka yang menguntungkan kantongnya. Jika tidak lagi
menguntungkan maka ia sudah menjadi bagian masa lalu dan dimasukkan ke
dalam tong sampah. Pangeran Wilhelm sendiri akhirnya dilupakan oleh
Rothschild setelah ia berhasil menilep uangnya. Ketika Inggris
dan Perancis berperang dengan memblokade pantai lawan masing-masing,
hanya armada Rothschild yang bebas keluar masuk pelabuhan karena
Rothschild telah membiayai kedua pihak yang berperang tersebut.
Bank Sentral Inggris dan Utang Sebagai Alat Penjajahan
Beberapa orang menyangka jika pendirian Bank of England, bank sentral
pertama di dunia, juga akibat campur tangan dari Dinasti Rothschild.
Anggapan ini sebenarnya tidak tepat karena Rothschild I sendiri baru
lahir di Bavaria pada tahun 1743, sedangkan Bank of England berdiri
pada 27 Juli 1694.
Sebelum Dinasti Tameng Merah lahir, jaringan Luciferian yang terdiri
dari tokoh-tokoh Yahudi berpengaruh dunia yang dikenal dengan istilah
“Para Konspirator”, para pewaris Templar, Orde Militeris yang kaya
raya, telah mencanangkan untuk menguasai England yang menjadi Inggris
sekarang dengan strategi lidah ular: Pertama, merekayasa pernikahan
keluarga raja Inggris sehingga nantinya para Raja Inggris berdarah
Yahudi, dan yang kedua lewat provokasi perang melawan Perancis agar
Inggris memerlukan uang yang banyak di mana pihak Konspirasi akan
memberi utang kepada Raja Inggris. Dengan utang, diharapkan kerajaan
besar itu akan takluk.
Inilah fakta sejarah jika jaringan Yahudi Dunia sejak dulu telah
menggunakan utang sebagai alat penakluk suatu negeri. Sekarang,
Indonesia yang kaya raya, juga telah ditaklukkan dan dijajah oleh
utang. Para tokoh Neo-Liberal di negeri ini yang gemar mengundang utang
imperialis masuk ke negeri ini merupakan pelayan-pelayan kepentingan
Luciferian. Banyak orang yang mengaku Islam menjadi pendukung kelompok
Luciferian ini disebabkan mereka malas berpikir sehingga mudah ditipu
mentah-mentah.
Perjalanan para Konspirator dalam menaklukan Keraaan Inggris diawali
dari suatu pertemuan sejumlah petinggi Ordo Kabbalah di Belanda.
Mereka menggelar pertemuan dan sepakat untuk menguasai Tahta Kerajan
Inggris sepenuhnya dengan cara menurunkan Dinasti Stuart dan
menggantikannya dengan seseorang yang mereka bina dari Dinasti Hanover
dari Istana Nassau, Bavaria.
Kala itu, Tahta Kerajaan Inggris tengah diduduki King Charles II
(1660-1685). Raja Inggris ini masih kerabat dekat Duke of York. Mary
adalah anak sulung dari Duke of York. Diam-diam, kelompok Konspirator
mengatur strategi agar Mary yang masih gadis itu bertemu dengan ‘Sang
Pangeran’ bernama William II, salah seorang pangeran kerajaan Belanda
dan pemimpin pasukan kerajaan. Mary dan William II pun bertemu dan
saling tertarik. Pada tahun 1674 mereka menikah. Tahun 1685 King
Charles II meninggal dan digantikan oleh James II yang memerintah
sampai tahun 1688.
Dari hasil perkawinan antara William II dan Mary, lahir seorang
putera yang kemudian dikenal sebagai William III, yang kemudian menikah
dengan seorang puteri dari King James II bernama Mary II. William III
yang berdarah campuran antara Dinasti Stuart dengan Dinasti Hanover
ternyata menurut kelaziman tidak bisa menjadi Raja Inggris disebabkan
ia bukan berasal dari garis keturunan laki-laki Inggris, melainkan dari
garis perempuan. Mary II, isterinyalah, yang lebih berhak menyandang
gelar Queen.
Di sinilah para petinggi Yahudi melancarkan konspirasi dengan mengobarkan ‘Glorious Revolution’
dan akhirnya berkat Partai Whig yang melakukan kerjasama diam-diam
dengan tokoh-tokoh Yahudi dan Partai Tory yang bersikap pragmatis,
revolusi tanpa darah ini berhasil menaikkan William III sebagai Raja
Inggris.
Beberapa tahun sebelumnya, lewat tangan Oliver Cromwell, kekuatan
Yahudi juga telah ‘menyikat’ King Charles I dan menguasai
lembaga-lembaga keuangan di kerajaan itu. Dengan berkuasanya William
III maka Inilah awal hegemoni Dinasti Hanover bertahta di Kerajaan
Inggris sampai sekarang. Apalagi Dinasti Windsor yang berkuasa di
Kerajaan Inggris sekarang merupakan keturunan langsung dari King
Edward III (Prince of Wales) yang merupakan keturunan Hanover
Pada tahun 1689, Raja Inggris, King William III mendirikan Loyal
Orange Order yang begitu fanatik mendukung gerakan pembaruan Gereja
yang dipimpin Martin Luther. Ordo ini menyatakan dengan tegas akan
menjadikan Inggris sebagai basis bagi gerakan Protestan. Pernyataan ini
memiliki pesan yang jelas terhadap Gereja Katolik: “Kami akan
melawanmu!”
Sejarah memang telah mencatat jika Gereja Katholik merupakan musuh
bebuyutan para Templar. Para Templar, dan juga para pewarisnya seperti
kaum Mason dan Rosikrusian, masih sangat ingat bagaimana Paus Clement
IV berkomplot dengan King Philip V dari Perancis pada Jumat, 13
Oktober 1307 menumpas dan membantai Templar dari seluruh Eropa.
Perlawanan dan penghancuran Gereja (Katolik Roma) merupakan salah satu
tujuan utama kelompok Luciferian ini yang berasal dari dendam sejarah
yang kesumat.
Loyal Orange Order sampai hari ini masih bertahan di Irlandia Utara
dengan jumlah anggota tak kurang dari angka 100 ribuan. Kelompok
inilah yang senantiasa mengobarkan api permusuhan terhadap kaum
Katolik sehingga sampai sekarang kehidupan masyarakat di sana tidak
pernah sepi dari konflik Protestan-Katolik.
King William III sendiri menceburkan diri dalam peperangan melawan
Perancis yang mayoritas Katolik. Inggris menderita kerugian yang
banyak. Utang pun menumpuk. Inilah awal berdirinya Bank of England
sebagai bank sentral swasta pertama di dunia, seperti yang telah
disinggung di muka.
William G. Carr dalam bukunya “Yahudi Menggenggam Dunia” (Pustaka
Alkautsar, 1991) mencatat kronologi perjalanan petualangan Oliver
Cromwell sebagai kaki tangan tokoh Yahudi-Inggris setelah kematian King
Charles I pada 30 Januari 1649. Inilah kronologinya singkatnya:
- 1649,
Cromwell menyerbu Irlandia dengan dukungan dana dari lobi Yahudi
internasional sehingga terjadi peperangan antara Inggris Protestan
melawan Irlandia Katolik.
- 1651, Charles II, putera King Charles I, memerangi Cromwell tapi gagal. Ia dibuang ke Perancis.
- 1652, Inggris melibatkan diri berperang melawan Belanda.
- 1653, Cromwell mengangkat dirinya sebagai The Lord Defender of Great Britain.
- 1654, Inggris terlibat perang Eropa lagi.
- 1656, Amerika yang masih menjadi jajahan Inggris bergolak dan akhirnya menjadi negara merdeka.
- 1657, Cromwell meninggal dunia. Puteranya, Richard, menjadi penguasa Inggris.
- 1659, Richard mengakhiri persekongkolan dengan Yahudi Internasional, ia mengundurkan diri dari kekuasaan.
- 1660, Jenderal Monk dari angkatan bersenjata Inggris menduduki London. Charles II diangkat menjadi raja Inggris.
- 1661, Skandal persekongkolan
antara Cromwell dengan kubu Yahudi Internasional terungkap. Warga
London geger dan marah. Makam Cromwell dibongkar paksa.
- 1662, Gereja resmi Inggris, Anglikan, menindas umat Protestan.
- 1664, Inggris kembali berperang melawan Belanda.
- 1665, Krisis ekonomi melanda
Inggris. Pengangguran dan kelaparan merebak. Di tahun itu juga terjadi
kebakaran besar yang menghanguskan sebagian kota London, disusul
wabah penyakit lepra.
- 1666, Inggris terlibat perang dengan Belanda dan Perancis.
- 1667, Ordo Kabbalah yang
secara rahasia masih eksis di Inggris melancarkan gerakan sabotase ke
kalangan elit pemerintahan. Sejarah Inggris mengenalnya sebagai
gerakan Kabal. Akibatnya muncul gelombang baru penindasan agama dan
politik di Inggris.
- 1674, Setelah menggelar
pertemuan internal di Belanda, Kelompok Yahudi Internasional sepakat
menguasai Kerajaan Inggris sepenuhnya dengan melengserkan King Charles
II dan menaikkan seseorang yang bisa dikendalikan. Pada tulisan di
muka hal ini telah disinggung, yakni penobatan King William III yang
masih berdarah Dinasti Hanover.
- 1683, Konspirasi berupaya membunuh King Charles II dan Duke of York tapi gagal.
- 1685, King Charles II
meninggal dunia. Duke of York yang beragama Katolik naik tahta dengan
gelar King James II. Konspirasi menyebarkan desas-desus untuk
menentang raja baru itu. Rakyat banyak yang termakan isu ini.
Akibatnya banyak rakyat yang ditangkap pihak kerajaan. Nama King James
II menjadi tidak popular di mata rakyat.
- 1688, setelah King James II
sudah tidak lagi mendapat dukungan rakyatnya, Konspirasi Yahudi
Internasional memprovokasi pangeran William of Orange dari Belanda
untuk menyerbu Inggris, dengan dukungan kapal-kapal perangnya menuju
pantai Inggris. King James II akhirnya turun tahta dan kabur ke
Perancis.
- 1689, William of Orange atau
William III dan Queen of Mary –keduanya Protestan—mengukuhkan diri
sebagai Raja dan Ratu Inggris. Sementara itu James II kabur lagi ke
Irlandia, sebuah wilayah Katolik. Pasukan Inggris sendiri terpecah
antara yang Protestan dengan yang Katolik. Yang Protestan mendukung
William III sedang yang Katolik berupaya mengembalikan James II ke
tahtanya. Perang saudara pun tak terelakkan pada 12 Juli 1689.
Sampai sekarang, rakyat Inggris masih mengenang peristiwa tersebut
tanpa banyak yang menyadari bahwa perang saudara itu sesungguhnya
sengaja dibuat oleh Konspirasi Yahudi Internasional, untuk menguasai
perekonomian negara besar Eropa itu. Hasilnya, berdirilah Bank of
England, bank sentral swasta pertama di dunia (1694), yang dimiliki
Konspirasi Yahudi tersebut.
Inggris terus dibuat untuk berperang, sehingga kas kerajaan terkuras
dan hutang bertambah banyak. Jerat yang dipasang para pemilik modal
Yahudi kini telah mengikat mangsanya. Kian lama kian kuat, mencekik.
Inggris pun jatuh ke dalam kekuasaan mereka hanya dengan modal awal
£1.250.000!
Dari Inggris Mendirikan AS
Setelah menaklukkan kerajaan Inggris, pihak Konspirasi Yahudi
Internasional kini mengarahkan wajahnya ke sebuah benua baru yang masih
menjadi koloni Inggris di seberang Samudera Atlantik: Amerika.
Jauh-jauh hari sebenarnya mereka telah mempersiapkan hal ini lewat
salah seorang agennya bernama Christopher Colombus. Orang ini
merupakan anggota Knights of Christ, pelaian Templar yang mukim di
Italia, Portugis, dan Spanyol. Semasa remajanya, Colombus malah menjadi
orang kepercayaan Rene de Anjou, Grand Master Persaudaraan di Italia.
Demikianlah, Amerika Serikat memang dipersiapkan jauh-jauh hari
sebagai The Second Promise Land, selain Yerusalem, bagi bangsa Yahudi.
Nama lain kota New York saja adalah The New Jerusalem. Pada 4 Juli 1776, tokoh-tokoh Mason Amerika menandatangani Declaration of Independence.
Berdirilah satu negara Masonik yang dipersiapkan sebagai The
Headquarter, markas besar, gerakan Ordo Kabbalah dalam menaklukkan
dunia kelak, menuju tatanan dunia baru yang sepenuhnya sekular. Suatu
cita-cita Masonik yang ditorehkan pada lambang negara AS: Novus Ordo Seclorum.
Tidak seperti sekarang, Eropa waktu itu merupakan sebuah benua yang
terbagi dalam banyak kerajaan besar kecil, serta sejumlah wilayah
kecil otonom (Principalis), semacam kabupaten yang merdeka, seperti
Monaco dan Lechtenstein. Saat itu Inggris dan Perancis merupakan dua
negara kerajaan yang paling berpengaruh.
Setelah Inggris berhasil dikuasai dan para tokoh Mason Amerika
berhasil memproklamirkan kemerdekaan negara itu, maka Konspirasi
Yahudi Internasional berusaha untuk menaklukkan Perancis. Baron
Rothschild merupakan salah satu tokoh sentral dalam Konspirasi Yahudi
Internasional untuk menaklukkan Perancis.
Tahun 1773, Baron Rothschild dan 12 tokoh Yahudi lainnya berkumpul di
kediamannya di Bavaria. Mereka membahas berbagai perkembangan Eropa
terakhir, termasuk mengevaluasi hasil-hasil upaya Konspirasi di
Inggris. Dalam pertemuan inilah, nama Adam Weishaupt disebut oleh
Rothschild sebagai seseorang yang bisa dipercaya untuk menjalankan
tugas dari Konspirasi.
Dalam pertemuan itu, Baron Mayer juga membacakan 25 butir strategi
penguasaan dunia yang kelak dalam Kongres Zionis Internasional I di
Basel-Swiss tahun 1897 disahkan dengan nama Protocolat Zionis.
Baron Mayer atau Rothschild I juga mengatakan jika Konspirasi
dianggap terlalu lamban dalam melakukan program yang direncanakan untuk
Inggris, akibatnya penguasaan Inggris secara total terhambat oleh
hal-hal kecil. Namun hal-hal kecil ini bisa dianggap tidak berpengaruh
besar bagi upaya penguasaan oleh Konspirasi. Walau demikian, hal-hal
kecil ini dianggap tidak boleh dibiarkan.
Beberapa kelompok berpengaruh di Inggris ada yang masih mampu bertahan menghadapi Konspirasi.
Rothschild segera memerintahkan agar pelaksanaan program dipercepat
dan menyingkirkan oposisi secepatnya dengan segala cara yang bisa
diambil. Jika perlu, segenap lapisan masyarakat Inggris harus dikuasai
dengan jalan teror atau kekerasan.
Dalam pertemuan itu, Rothschild juga menekankan kepada para undangan
bahwa apa-apa yang telah dihasilkan di Inggris sesungguhnya bukanlah
apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang akan mereka perbuat atas
Perancis. Skema besar untuk meletupkan Revolusi Perancis pun di bahas
dengan serius.
Ini merupakan satu mata rantai dari sejumlah pertemuan para Konspiran
untuk menggodok Revolusi Perancis. Dalam pertemuan di Frankfurt ini,
agenda yang telah dirancang dipermatang dan upaya penggalangan dana
pun di mulai dari ‘markas’ Rothschild tersebut.
Menurut penilaian sosiologis dan psikologi massa yang dilakukan
Konspirasi, situasi yang tengah dihadapi Perancis saat itu memang
menggambarkan dengan baik apa yang sebenarnya tengah terjadi di Eropa:
perekonomian tengah lesu, utang menumpuk, pengangguran di mana-mana,
lapangan pekerjaan nyaris tidak bergerak, sektor industri macet, dan
bencana kelaparan di ambang pintu.
Jurang kesenjangan ekonomi yang terjadi antara buruh dan rakyat
kebanyakan dengan para bangsawan, pemilik modal, dan raja-raja demikian
besar dan dalam. Menurut teori revolusi, dalam kondisi demikian
buruk, massa rakyat telah siap untuk menyambut siapa pun yang tampil
secara meyakinkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Massa
rakyat telah menjadi semacam tumpukan jerami kering yang hanya dengan
percikan api sedikit saja akan bisa terbakar dan meluas dengan sangat
cepat. Kondisi di Perancis merupakan yang terparah.
Di tengah kondisi demikian, lewat corong media yang dikuasainya,
Konspirasi meniupkan aneka slogan yang muluk-muluk dan melemparkan
semua kesalahan kepada penguasa dan orang-orang kaya, sehingga rakyat
Perancis kian membenci mereka. Kehancuran dan kerusuhan tinggal
menunggu hitungan hari. Sebuah rencana besar siap digelindingkan oleh
Konspirasi.
Salah satu rumus baku dalam gerakan massa adalah: menjelek-jelekkan
masa sekarang, di saat bersamaan mengingatkan massa (rakyat) akan
kegemilangan masa lampau dan meyakinkan massa rakyat bahwa masa depan
akan bisa menjadi lebih gemilang, mengulangi masa-masa keemasan di
zaman silam, jika massa mau dan siap bergerak menumbangkan status-quo.
Ini berlaku di mana saja.
Untuk menyatukan langkah gerakan massa, Konspirasi menciptakan tiga slogan gerakan: Liberté, Egalité, dan Fraternité
(Kemerdekaan, Persamaan, dan Persaudaraan). Sebuah slogan yang mampu
membius massa rakyat Perancis sehingga rela mengorbankan apa saja demi
memenuhinya. Slogan ini secara terus-menerus diperdengarkan ke telinga
rakyat Perancis sehingga setiap orang Perancis saat itu sangat hapal
dengan tiga istilah di atas saat itu, bahkan kemudian dunia juga
hafal.
Walau terdengar sangat indah, namun tiga istilah di atas bagi
Konspirasi Yahudi Internasional memiliki arti yang sama sekali beda.
Bagi kelompok ini, Liberté sesungguhnya berarti
Kemerdekaan bagi mereka, kebebasan bagi mereka, bagi para pemilik
modal, untuk berbuat apa saja terhadap Perancis.
Egalité
yang sesungguhnya bermakna Persamaan, bagi Konspirasi diartikan
sebagai persamaan di kalangan mereka untuk bisa bersama-sama, gotong
royong, di dalam usahanya menguasai perekonomian Perancis.
Sedangkan Fraternité memiliki
arti sebagai Persaudaraan antara kelompok mereka sendiri, di mana di
dalam setiap usahanya, mereka harus saling tolong-menolong,
bantu-membantu, agar kepentingan kelompok mereka bisa dicapai. Inilah
hakikat tiga slogan Revolusi Perancis. Jadi Persaudaraan hanya
terbatas pada kelompoknya saja.
Pada 14 Juli 1789, massa rakyat berbondong-bondong menuju penjara
Bastille, perancis. Penjara yang bagaikan benteng itu dibakar. Para
narapidana melarikan diri dan menimbulkan kerusuhan dan perampokan di
mana-mana. Penyerbuan ke penjara benteng Bastille ini menandai di
mulainya Revolusi Perancis. Hari demi hari berjalan dengan
perkmebangan yang tidak bisa diduga. King Louis XVI dan Marie
Antoinette ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara. Tidak lama
kemudian keduanya dihukum mati, dipancung di atas Guilotin.
Mirabeau yang awalnya didukung Konspirasi, kini malah diburu. Dia
sebenarnya seorang yang cerdas, dan menjadi curiga dan dengan cepat ia
menyadari akan bahaya yang mengancam dirinya. Namun Mirabeau
terlambat, mesin propaganda Konspirasi telah bekerja begitu cepat dan
efektif melancarkan fitnah terhadapnya.
Gagal menyeret Mirabeau ke pengadilan, akhirnya pihak Konspirasi
meracuni Mirabeau hingga tokoh ini menemui ajal. Jenazah Mirabeau
diatur sedemikian rupa untuk mengesankan dia bunuh diri. Sejumlah
selebaran dan berita-berita yang mendukung ‘bunuh diri’ Mirabeau ini
dicetak dan disebarluaskan ke Eropa.
Kematian Mirabeau kemudian diikuti dengan berkuasanya pemerintahan
teror di Perancis. Pada masa ini, tiap hari rakyat Perancis menyaksikan
ribuan orang tiap hari digiring menuju pisau Guilotin. Roberspierre
dan Danton ditugaskan Konspirasi untuk menjadi algojonya. Setelah
dianggap menyelesaikan tugasnya, kedua orang ini, Roberspierre dan
Danton pun dibunuh dengan keji. Pemerintahan teror mencapai puncaknya
antara tanggal 27 April hingga 27 Juli 1794.
Satu hari sebelum Roberspierre diseret ke tempat hukuman mati, di
depan Majelis Nasional, Roberspierre sempat menyampaikan orasi yang
menyerang Konspirasi dan membuka tirai mereka dengan mengatakan ada
sebuah organisasi rahasia yang bekerja dan menjadi dalang Revolusi
Perancis. Roberspierre dengan tegas mengatakan, “Aku tidak berani
menyebut nama mereka di tempat ini dan disaat ini pula. Aku juga tidak
bisa membuka tirai yang menutupi kelompok ini sejak awal terjadinya
peristiwa revolusi. Akan tetapi, aku bisa meyakinkan Anda sekalian, dan
aku percaya sepenuhnya, bahwa di antara penggerak revolusi ini ada
kaki tangan yang diperalat dan melakukan kegiatan amoral dan penyuapan
besar-besaran. Kedua sarana itu merupakan taktik yang paling efektif
untuk menghancurkan negeri kita yang kita cintai ini…”
Roberspierre, seorang Mason yang diberi kesempatan lebih untuk
mengetahui lebih banyak dari yang seharusnya, ternyata dinilai 13
petinggi Konspirasi Yahudi Internasional telah bertindak melampaui
batas. Mereka menetapkan jika Roberspierre harus mati. Maka dalam
waktu dekat, Roberspierre pun diseret ke tempat hukuman mati dengan
tuduhan yang dibuat-buat.
Sejarah mencatat bahwa di tengah kondisi Perancis yang porak-poranda
dan berkecamuknya kerusuhan serta situasi yang tidak menentu,
muncullah Napoleon Bonaparte yang penuh kharismatik lewat sebuah
kudeta. Sebagai seorang pemimpin militer, Napoleon meyakini kerusuhan
di dalam negeri harus diakhiri. Caranya adalah dengan menciptakan satu
musuh dari luar yang mampu menjadi musuh bersama bagi rakyat Perancis
(The Common Enemy). Ide besar Napoleon ini didukung oleh Konspirasi
Naiknya Napoleon dalam peta politik Perancis didukung sepenuhnya oleh
Konspirasi. Demikian pula dengan tumbangnya Napoleon yang juga
dimanfaatkan oleh Konspirasi. Bagi Konspirasi Yahudi Internasional,
kesetiaan pada kepentingan adalah yang utama, bukan kepada personal.
Salah satu peristiwa yang sangat penting dalam perjalanan Eropa,
terutama bagi Inggris dan Perancis adalah Palagan Waterloo, yang yang
terjadi pada tanggal 18 Juni 1815 di sebuah wilayah yang kini berada di
Belgia, antar pasukan Napoleon Bonaparte melawan pasukan Eropa yang
dipimpin Panglima Perang Kerajaan Inggris, Wellington.
Hasil dari pertempuran besar ini akan sangat berpengaruh pada Eropa
di masa depan. Jika Napoleon keluar sebagai pemenang, maka Perancis
akan menjadi tuan atas seluruh daratan Eropa. Namun jika Napoleon bisa
dikalahkan maka Inggris akan menjadi penguasa keuangan Eropa yang tak
kan tergoyahkan.
Ketika dua kekuatan saling berhadapan di medan perang, pasar bursa
saham di London benar-benar seperti orang yang sedang demam, panas
dingin dengan keringat yang terus keluar, menantikan hasil akhirnya.
Betapa tidak, jika Grande Armee de France Napoleon Bonaparte
menang maka bisa dipastikan perekonomian Inggris akan hancur. Namun
jika Wellington menang, perekonomian negara itu akan melonjak drastis,
meroket ke puncak kejayaan dengan menguasai Perancis.
Hal ini diketahui Nathan Rothschild dan segera mengumpulkan agen-agen
terbaiknya dan mengirim mereka ke Waterloo untuk mengumpulkan
informasi seakurat mungkin. Agen-agen tambahan ditempatkan di beberapa
pos komando yang mampu bergerak cepat kapan saja untuk memberi
bantuan, dukungan, maupun segi-segi teknis lainnya.
Tanggal 15 Juni 1815, tiga hari sebelum D-Day, seorang agen
kepercayaan Rothschild dengan langkah tergesa menaiki sebuah perahu
cepat melalui Selat Channel menuju Pantai Dover di Inggris. Orang itu
membawa laporan intelijen dari agen-agen Rothschild di lapangan terkait
perkembangan terakhir di lapangan. Agen khusus itu tiba di Folkstone
dini hari dan dijemput oleh Rothschild pribadi. Dengan cepat dan
seksama Rothschild membaca seluruh isi laporan tersebut dan langsung
bergegas ke pasar bursa London. Di pasar bursa itu Rothschild sudah
menaruh banyak agennya yang telah siap diperintah kapan pun.
Dengan wajah dingin dan kaku seperti biasanya, Nathan Rothschild
memasuki gerbang pasar bursa. Seperti biasa, ia berdiri di dekat ‘Pilar
Rothschild’ kesukaannya. Agen-agen Rothschild yang sudah berada di
pasar bursa sejak beberapa hari lalu, dengan wajah yang juga dingin
menunggu isyarat dari bosnya. Entah isyarat apa yang diberikan
Rothschild, tiba-tiba saja orang-orang Rothschild ini mulai menumpahkan
surat-surat berharga senilai ratusan ribu dollar ke pasar. Begitu
kertas-kertas berharga ini dilempar ke pasar dalam jumlah besar,
nilainya dengan cepat merosot tajam.
Nathan tetap diam di pilarnya. Ia terus menjual, dan menjual. Nilai
kertas-kertas berharga ambruk tidak tertolong. Pialang-pialang lain
mulai gelisah melihat sikap Rothschild yang begitu berani melepas semua
saham-sahamnya tanpa ampun bagai membuang kertas-kertas yang tidak
ada harganya sama sekali. Mereka mulai berspekulasi, bisik-bisik mulai
menyebar di antara mereka. Pasar bursa London berdengung bagai suara
lebah, “Rothschild sudah tahu! Rothschild sudah tahu! Wellington kalah
di Waterloo! Napoleon menang!”
Kepanikan meletus di lantai bursa. Semua pialang mengikuti ulah
Rothschild, menumpahkan kertas-kertas berharganya ke pasar tanpa peduli
menjadi berapa pun harganya. Tak hanya uang, logam mulia seperti emas
dan perak pun dilepas dengan harga obral besar. Hanya satu harapan
mereka: berupaya sekuat tenaga mempertahankan kekayaan yang masih
tersisa di tangannya. Semuanya terus menukik tajam. Kertas-kertas
berharga berserakan di lantai bursa bagaikan gunungan sampah.
Setelah semua harga saham jatuh, dengan wajah tetap dingin, Nathan
memberi isyarat lain kepada para agennya. Bandul mulai bergerak
berlawanan. Dengan sangat cepat, para agen Rothschild yang tadinya
melepas sahamnya, sekarang melesat ke tiap meja yang ada dan memborong
seluruh kertas berharga yang teronggok di atas meja dan bertebaran di
lantai.
Kepanikan telah menyebabkan banyak pialang dan pengusaha tidak lagi
bisa berpikir jernih. Mereka tidak lagi melihat perubahan sikap dari
Rothschild. Dalam hitungan menit, semua saham, kertas berharga, emas,
perak, dan sebagainya kini telah jatuh ke tangan satu orang:
Rothschild. Dia menjadi penguasa tunggal dengan modal yang tidak
seberapa.
Beberapa hari kemudian berita yang sesungguhnya tentang Palagan
Waterloo tiba di London. Wellington menang! Wellington menang! Harga
saham, kertas berharga, dan sebagainya yang tadinya begitu murah,
dengan cepat melesat meninggi.
Kekayaan Rothschild dalam waktu hanya semalam menjadi berlipat-lipat
jumlahnya. Tak kurang dari duapuluh kali lipat! Rakyat kebanyakan
meloncat-loncat kegirangan di jalanan. Sedang para pengusaha banyak
yang merasakan mati sebelum waktunya. Mereka kini telah menjadi budak
dari Tuan Rothschild, sang penguasa Inggris dan Eropa yang
sesungguhnya. Perekonomian Inggris jatuh ke bawah sepatu Nathan
Rothschild pada tahun 1815. Tiga tahun kemudian Perancis menyusul
Inggris dan jatuh ke bawah sepatu yang sama.
Frederich Morton, penulis Biografi Dinasti Rothschild menulis, jika
dahulu mereka sangat terbuka dalam berbisnis dan menjadi pusat
pemberitaan selebritis dunia, maka kini hal itu tidak lagi menjadi
kebiasaan keluarga kaya raya tersebut. “Setelah itu mereka menyelimuti
kehadirannya dengan kesenyapan, tak terdengar dan tak terlihat…”
Menurut Morton, hal ini dilakukan sebagai strategi baru keluarga ini
untuk tetap eksis dalam tujuan utamanya memonopoli dunia, menciptakan The New World Order.
Rothschild dan Pendirian Federal Reserve
Ketika Amerika masih terbagi dalam 13 koloni Inggris, Benjamin
Franklin mengunjungi London dan menemui sejumlah pemodal Yahudi
berpengaruh di sana. Dalam pertemuan yang dicatat dalam Dokumen Senat
Amerika halaman 98 butir 33, yang ditulis Robert L. Owen, mantan
kepala komisi bank dan keuangan Kongres AS, dilaporkan bahwa
wakil-wakil perusahaan Rothschild di London menanyakan kepada Benjamin
Franklin hal-hal apa saja yang bisa membuat perekonomian koloni
Inggris di seberang lautan itu bisa maju.
Franklin yang masih tercatat sebagai anggota Freemasonry Inggris
menjawab, “Masalah itu tidak sulit. Kita akan mencetak mata uang kita
sendiri, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh industri yang
kita miliki.”
Insting bisnis Rothschild segera bekerja. Ini merupakan satu
kesempatan besar untuk menangguk untung di koloni Inggris ini. Namun
sebagai langkah awal, hak untuk mencetak uang sendiri bagi koloni di
seberang lautan tersebut masih dilarang oleh Inggris sampai waktu yang
ditentukan. Namun persiapan ke arah itu sudah dijalankan. Inggris saat
itu memang sudah jatuh dalam pelukan Konspirasi.
Amschell Mayer Rothschild sendiri saat itu masih sibuk di Jerman
mengurus bisnisnya, yang salah satu cabang usahanya adalah
mengorganisir tentara bayaran (The Mercenaries) Jerman bagi
Inggris untuk menjaga koloni-koloni Inggris yang sangat luas. Usulan
mencetak mata uang sendiri bagi Amerika, lepas dari sistem mata uang
Inggris, akhirnya tiba di hadapan Rothschild.
Setelah memperhitungkan segala laba yang akan bisa diperoleh,
demikian pula dengan penguasaan politisnya, maka Rothschild akhirnya
menganggukkan kepalanya. Dengan cepat lahirlah sebuah undang-undang
yang memberi hak kepada pemerintah Inggris di koloni Amerika untuk
mencetak mata uangnya sendiri bagi kepentingan koloninya tersebut.
Seluruh asset koloni Amerika pun dikeluarkan dari Bank Sentral
Inggris, sebagai pengembalian deposito sekaligus dengan bunganya yang
dibayar dengan mata uang yang baru. Hal ini menimbulkan harapan baru
di koloni Amerika. Tapi benarkah demikian?
Dalam jangka waktu setahun ternyata Bank Sentral Inggris—lewat
pengaruh pemodal Yahudi—menolak menerima pembayaran lebih dari 50% dari
nilai mata uang Amerika, padahal ini dijamin oleh undang-undang yang
baru. Dengan sendirinya, nilai tukar mata uang Amerika pun anjlok
hingga setengahnya. “…Masa-masa makmur telah berakhir, dan berubah
menjadi krisis ekonomi yang parah. Jalan-jalan di seluruh koloni
tersebut kini tidak lagi aman,” demikian paparan Benjamin Franklin yang
tercatat dalam Dokumen Kongres AS nomor 23.
Belum cukup dengan itu, pemerintah pusat Inggris memberlakukan pajak
tambahan kepada koloninya tersebut yakni yang dikenal sebagai Pajak
Teh. Keadaan di koloni Amerika bertambah buruk. Kelaparan dan kekacauan
terjadi di mana-mana. Ketidakpuasan rakyat berbaur dengan ambisi
sejumlah politikus. Situasi makin genting. Dan tangan-tangan yang tak
terlihat semakin memanaskan situasi ini untuk mengobarkan apa yang
telah terjadi sebelumnya di Inggris dan Perancis: Revolusi.
Dalam sejarah dunia, revolusi merupakan hal yang dibutuhkan
tokoh-tokoh dalam bayangan gelap untuk menguasai suatu negara atau
suatu wilayah dengan cepat. Tak perduli berapa juta rakyat menjadi
korbannya.
Sejarah mencatat, bentrokkan bersenjata antara pasukan Inggris
melawan pejuang kemerdekaan Amerika Serikat terjadi pada 19 April
1775. Jenderal George Washington diangkat menjadi pimpinan kaum
revolusioner. Selama revolusi berlangsung, Konspirasi Yahudi
Internasional seperti biasa bermain di kedua belah pihak. Yang satu
mendukung Inggris, memberikan utang dan senjata untuk memadamkan
‘pemberontakan kaum revolusioner’, sedang yang lain mendukung kaum
revolusioner dengan uang dan juga senjata. Tangan-tangan Konspirasi
menyebabkan Inggris kalah dan pada 4 Juli 1776, sejumlah tokoh Amerika
Serikat mendeklarasikan kemerdekaannya.
Merdeka secara politis ternyata tidak menjamin kemerdekaan penuh
secara ekonomis. Kaum pemodal Yahudi dari Inggris masih saja merecoki
pemerintahan yang baru saja terbentuk. Rothschild dan seluruh
jaringannya tanpa lelah terus menyusupkan agen-agennya ke dalam tubuh
Kongres. Dua orang agen mereka, Alexander Hamilton dan Robert Morris
pada tahun 1783 berhasil mendirikan Bank Amerika (bukan bank sentral),
sebagai ‘wakil’ dari Bank Sentral Inggris.
Melihat gelagat yang kurang baik, Kongres membatalkan wewenang Bank
Amerika untuk mencetak uang. Pertarungan secara diam-diam ini
berlangsung amat panas. Antara kelompok pemodal Yahudi dengan sejumlah
tokoh Amerika, yang herannya banyak pula yang merupakan anggota
Freemasonry, untuk menguasai perekonomian negara yang baru ini.
Thomas Jefferson menulis surat kepada John Quincy Adams, “Saya yakin
sepenuhnya bahwa lembaga-lembaga keuangan ini lebih berbahaya bagi
kemerdekaan kita daripada serbuan pasukan musuh. Lembaga keuangan itu
juga telah melahirkan sekelompok aristokrat kaya yang kekuasaannya
mengancam pemerintah. Menurut hemat saya, kita wajib meninjau hak
mencetak mata uang bagi lembaga keuangan ini dan mengembalikan wewenang
itu kepada rakyat Amerika sebagai pihak yang paling berhak.”
Mengetahui surat ini, para pemodal Yahudi amat marah. Nathan
Rothschild secara pribadi mengancam Presiden Andrew Jackson akan
menciptakan kondisi Amerika yang lebih parah dan krisis
berkepanjangan. Tapi Presiden Jackson tidak gentar. “Anda sekalian
tidak lain adalah kawanan perampok dan ular. Kami akan menghancurkan
kalian, dan bersumpah akan menghancurkan kalian semua!”
Pemodal Yahudi benar-benar marah sehingga mendesak Inggris agar menyerbu Amerika dan terjadilah perang lagi pada tahun 1816.
William Guy Carr telah merinci kejadian demi kejadian ini dengan
sangat bagus. Presiden Abraham Lincoln sendiri pada malam tanggal 14
April 1865 dibunuh oleh seorang Yahudi bernama John Dickles Booth.
Konspirasi memerintahkan pembunuhan ini karena mengetahui bahwa
Presiden Lincoln akan segera mengeluarkan sebuah undang-undang yang
akan menyingkirkan hegemoni Konspirasi terhadap Amerika. Si pembunuh
Lincoln, Dickles Booth, berhubungan dengan Yahuda B. Benjamin, seorang
agen Rothschild di Amerika. Booth sendiri tertangkap dan dihukum,
sedangkan pihak Konspirasi tetap aman.
Bagi yang tertarik mendalami masa-masa awal berdirinya negara
Amerika Serikat, pertarungan antara pihak Kongres-Nasionalis dengan
para pemodal Yahudi Internasional dalam menguasai perekonomian AS
hingga The Federal Reserve atau Bank Sentral Amerika berdiri, yang
lucunya dimiliki oleh swasta bukan pemerintah, bisa membaca buku
William Guy Carr yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh penerbit Pustaka Alkautsar berjudul “Yahudi Menggenggam Dunia”,
sebuah buku lagi yang juga saya rekomendasikan adalah The Creature From
Jekyll Island: A Second Look at the Federal Reserve (American Opinion
Publishing, Inc; 1994) karya Edward Griffin, yang edisi Indonesianya
telah diterbitkan oleh Esok Press dengan judul “Serial The Fed 1:
Monster dari Jekyll Island, Sebuah Studi Mendalam Tentang The Federal
Reserve” yang didistribusikan oleh LSM PaRaM.
Dalam kedua buku tersebut, kita akan bisa memahami bahwa sesungguhnya
bangsa Amerika sekarang ini telah menjadi kuda tunggangan, sedang
dijajah, oleh satu kekuatan bayangan yang disebut Konspirasi Yahudi
Internasional. Bahkan kita akan mendapat kesimpulan yang kuat dan
mengagetkan: Negara Amerika Serikat serta seluruh warganegara dan
asset-asetnya sebenarnya milik dari The Federal Reserve.
Dalam salah satu kertas presentasinya, seorang profesor Amerika
dengan nama samaran “Aristoteles”, menguraikan sebab-sebab kebangkrutan
pemerintah Amerika Serikat berjudul “U.S Government Bankruptcy Proceedings”. Walau hanya berisi pokok-pokok peristiwa, namun makalah tersebut sangat penting untuk diketahui. Inilah salinannya:
- Sebelum
tahun 1913, pemerintah Amerika memperoleh dana dari tarif impor. Pada
saat itu belum ada pajak dikenakan pada warganegara. Mata uang
Amerika dibuat dari logam asli atau yang bisa dihargai/dikembalikan
sebagai logam—dikenal sebagai “uang asli”.
- Pada tahun 1913 para bankers
memutuskan bahwa telah terjadi kekurangan mata uang di Amerika dan
pemerintah Amerika tidak bisa menerbitkan mata uang lagi karena semua
emas cadangannya telah terpakai.
- Agar ada sirkulasi tambahan uang, kelompok orang mendirikan satu bank yang dinamakan “The Federal Reserve Bank of New York”.
- Kemudian Federal Reserve Bank di New
York menjual stock yang dimiliki dan dibeli oleh mereka sendiri
senilai US$ 450.000.000 melalui bank-bank sebagai berikut: Rothschild
Bank of London, Rothschild Bank of Berlin, Warburg Bank of Hamburg,
Warburg Bank of Amsterdam (Keluarga Warburg mengontrol German
Reichsbank bersama Keluarga Rothschild), Israel Moses Seif Bank of
Italy, Lazard Brothers of Paris, Citibank, Goldman & Sach of New
York, Lehman & Brothers of New York, Chase Manhattan Bank of New
York, dan Kuhn & Loeb Bank of New York.
- Karena bank-bank tersebut mempunyai
cadangan emas yang besar, maka bank tersebut dapat mengeluarkan mata
uang yang dengan jaminan emas tersebut dan mata uang tersebut disebut
“Federal Reserve Notes”. Bentuknya sama dengan mata uang Amerika dan
masing-masing dapat saling tukar.
- Untuk membayar bunga, pemerintah
Amerika menciptakan pajak. Jadi sebenarnya warganegara Amerika
membayar bunga kepada Federal Reserve. Pajak ini dimulai tahun 1913,
pada tahun yang sama Federal Reserve Bank didirikan. Seluruh pajak
yang terkumpul dibayarkan ke Federal Reserve sebagai bunga atas
pinjaman.
- Awal tahun 1929, Federal Reserve
berhenti menerima uang emas sebagai bayaran. Yang berlaku hanya ‘uang
resmi’. Federal Reserve mulai menarik uang kertas yang dijamin emas
dari sirkulasi dan menggantinya dengan ‘uang resmi’.
- Sebelum tahun 1929 berakhir, ekonomi Amerika mengalami malapetaka (dikenal dengan masa ‘Great Depression’).
- Tahun 1931, Presiden Amerika Hoover mengumumkan kekuarangan budjet sebesar US$ 902.000.000.
- Tahun 1932 Amerika menjual emas
senilai US$ 750.000.000 yang digunakan untuk menjamin mata uang
Amerika. Ini sama dengan ‘penjualan likuidasi’ sebuah perusahaan
bermasalah. Emas yang dijual ini dibeli dengan potongan (discount
rates) oleh bank internsional/bank asing (persis keadaannya seperti di
Indonesia sekarang ini), dan pembelinya adalah pemilik Federal
Reserve di New York.
- Presiden Roosevelt mengalahkan
Presiden Hoover di tahun 1932. Dalam sambutannya ia mengatakan,
“Satu-satunya hal yang harus kita takutkan adalah ketakutan itu
sendiri.” Roosevelt melakukan serangkaian keputusan untuk melakukan
reorganisasi pemerintahan Amerika sebagai suatu perusahaan. Perusahaan
ini kemudian mengalami kebangkrutan. Amerika bangkrut karena tidak
bisa membayar bunganya akibat berhutang kepada Federal Reserve. Akibat
bangkrutnya Amerika, maka bank-bank yang merupakan pemilik Federal
Reserve sekarang memiliki SELURUH Amerika, termasuk warganegaranya dan
asset-assetnya. Negara Amerika bentuknya adalah anak perusahaan
Federal Reserve
Federal Reserve telah membangkrutkan seluruh asset Amerika Serikat.
Seminggu kemudian, di Parlemen, dilakukan tuntutan impeachment terhadap
anggota-anggota dari Dewan Federal Reserve, kebanyakan agen-agen
Federal Reserve dan para manajer dari Departemen Keuangan Amerika
dengan tuduhan “kejahatan luar biasa dan penyalahgunaan wewenang”,
termasuk pencurian lebih dari US$ 80.000.000.000 pertahun selama lima
tahun (total US$ 400.000.000.000!)
Tahun 1934 Roosevelt memerintahkan seluruh bank di Amerika untuk
tutup selama satu minggu dan menarik dari masyarakat emas dan mata
uang yang diback-up emas dan menggantinya dengan “seolah-olah
uang” yang dicetak Federal Reserve. Tahun itu dikenang sebagai
‘Liburan Bank Nasional’.
Rakyat mulai menahan emasnya karena mereka tidak mau menggunakan
kertas tak bernilai “seolah-olah uang”. Karena itu Roosevelt pada tahun
1934 mengeluarkan perintah bahwa setiap warganegara dilarang memiliki
emas, karena illegal. Para hamba hukum mulai melakukan penyelisikan
pada orang-orang yang memiliki emas, dan segera menyitanya jika
ditemukan. (Catatan: Pada saat itu rakyat yang ketakutan
berbondong-bondong menukar emasnya dengan sertifikat/bond bertuliskan
I.O.U yang ditandatangani oleh Morgenthau, Menteri Keuangan Amerika).
Hal ini merupakan perampokan emas besar-besaran yang terjadi dalam
sejarah umat manusia. Tahun 1976 Presiden Carter mencabut aturan ini.
Tahun 1963 Presiden Kennedy memerintahkan Departemen Keuangan Amerika
untuk mencetak uang logam perak. Langkah ini mengakhiri kekuasaan
Federal Reserve karena dengan memiliki uang sendiri, maka rakyat
Amerika tidak perlu membayar bunga atas uangnya sendiri. Lima bulan
setelah perintah itu dikeluarkan, Presiden Kennedy mati dibunuh.
Langkah pertama Presiden Johnson adalah membatalkan keputusan
Presiden Kennedy dan memerintahkan Departemen Keuangan Amerika untuk
menghentikan pencetakan mata uang perak sekaligus menarik mata uang
perak dari peredaran untuk dimusnahkan.
Pada hari yang sama Kennedy dimakamkan, Federal Reserve Bank
mengeluarkan uang ‘no promise’ yang pertama. Uang ini tidak menjanjikan
bahwa mereka akan membayar dalam mata uang yang sah secara hukum,
tetapi mata uang ini merupakan alat pembayaran yang berlaku.
Presiden Ronald Reagan merencanakan memperbaiki pemerintahan Amerika
sesuai dengan aturan konstitusi. Ia ditembak beberapa bulan kemudian
oleh anak dari teman dekatnya, Wakil Presiden George Bush. Reagan bia
diselamatkan, dan dia tidak mengeluarkan perintah baru dan pada tahun
1987 untuk melaksanakannya namun perintah tersebut tidak ditanggapi
oleh pemerintah Amerika.
Tahun 1993, James Traficant dalam pidatonya yang terkenal di Parlemen
mengutuk sistem Federal Reserve sebagai suatu penipuan besar-besaran.
Tak lama setelah itu ia menjadi korban penyelidikan korupsi sekali
pun tidak ada tuntutan kepadanya selama bertahun-tahun.
Uang dollar yang dicetak sebelum tahun 2000 tertera kata-kata Federal
Reserve Bank cabang mana yang mengeluarkan dan menjamin uang
tersebut. Pada cetakan tahun 2000 dalam desain mata uang yang baru
hanya tertera Federal Reserve System.
Pada tahun 2002, Traficant akhirnya terbukti korupsi. Ia mengatakan
bahwa saksi-saksi yang melawan dia semuanya dipaksa untuk berbohong. Ia
juga mengeluh karena tidak diperkenankan menghubungi semua orang yang
menyelidikinya, sebagai saksi.
Henry Ford pernah berkata, “Barangkali ada bagusnya rakyat Amerika
pada umumnya tidak mengetahui asal-usul uang, karena jika mereka
mengetahuinya, saya yakin esok pagi akan timbul revolusi.”
Dinasti Rothschild dan Al-Aqsha
Dinasti Rothschild, selain menguasai The Federal Reserve dan sejumlah
bank paling berpengaruh dunia, ternyata juga berjasa besar dalam
membangun The Temple Mount dan kota Yerusalem serta bangsa Yahudi pada
umumnya. Dengan demikian Rothschild juga harus bertanggungjawab atas
kerusakan Masjidil Aqsha sekarang ini.
Rothschild merupakan sponsor utama pembangunan Haikal Sulaiman ketiga
yang direncanakan akan berdiri di atas reruntuhan Masjid al-Aqsha.
Haikal Sulaiman atau Bait Suci, dalam sejarahnya pernah dua kali
dibangun. Yang pertama dibangun oleh Hiram Abiff (Raja Titus, pengikut
Lucifer), yang kedua dibangun oleh Raja Herodes (Romawi). Dan untuk
yang ketiga, dinasti Rothschild membangun bait ini kembali atas mandat
Illuminaty.