Tidak ada hal yang lebih membingungkan anak selain peraturan yang
setiap hari berubah. Sebagai contoh, Anda mengatakan kepada anak Anda
bahwa kalau makan ia harus duduk di meja makan. Tapi, ketika dia makan
makanan kecil sambil berlari-larian di dalam rumah, Anda tidak
menegurnya. Keesokannya, ketika dia kembali melakukan hal yang sama,
Anda marah. Peristiwa semacam itu hanya akan membuatnya kebingungan.
Sebagai orang dewasa kita tahu bahwa suatu aturan ada karena memang
ada alasannya. Makan di meja berarti mencegah makanan tercecer ke
mana-mana dan mengotori rumah. Larangan makan sambil jalan-jalan memang
terasa tidak menyenangkan untuk anak yang tak bisa diam. Lebih-lebih
kalau dia juga melihat kakaknya jalan ke sana kemari sambil makan
biskuit dan minum minuman ringan, dan toh Anda diam saja. Dalam benaknya
anak Anda akan berpikir, “Kalau kakak saya boleh, kenapa saya tidak
boleh?” Atau “Hari ini Ibu tidak marah karena saya makan sambil
jalan-jalan. Jadi, besok saya juga boleh makan sambil jalan-jalan.”
Anak, dan sebetulnya juga orang dewasa, memang pada dasarnya tidak
menyukai peraturan. Tapi mereka mau tahu, bagaimana yang sebenarnya,
yang seharusnya. Ini tidak berarti Anda tak bisa bersifat fleksibel.
Sering peraturan yang sudah ditetapkan dilanggar karena Anda dan
anak-anak tahu ada sesuatu yang istimewa. Misalnya, anak Anda bisasanya
harus tidur jam delapan malam. Pada suatu hari, karena kedatangan tamu
dari jauh dan Anda menjamu mereka, anak-anak diizinkan tidur jam
sepuluh. Keesokan hari, boleh jadi anak Anda akan minta tidur larut
lagi. Di sinilah Anda harus bersikap tegas. Anda bisa berkata begini,
“Ibu tahu, kamu ingin tidur larut malam lagi. Tapi kemarin malam itu
adalah malam istimewa karena kita kedatangan tamu. Malam ini, kamu harus
tidur seperti biasa. Lagi pula, besok kamu pasti akan ngantuk sekali
kalau setiap hari tidur jam sepuluh.”
Mereka mungkin akan protes. Tapi, anak-anak tetap perlu batasan.
Justru pembatasan yang tegas akan memberi mereka pemahaman karena tahu
persis apa yang harus mereka lakukan dan apa konsekuensinya jika tidak
dilakukan. Anak-anak justru akan sulit berhadapan dengan orang tua yang
tak punya kepastian dan tak bisa ditebak. Hari ini begini, besok lain
lagi.
Konsistensi menciptakan rasa damai di hati anak. Konsistensi juga
memudahkan orang tua di saat menghadapi situasi yang sulit. Banyak orang
tua mengeluh tak tahu anaknya mau diapakan lagi padahal semua cara
sudah dicoba. Dalam hal ini, tidak jarang, kesalahan orang tua adalah
mencoba terlalu banyak cara dalam jangka waktu yang singkat. Perubahan
cara dalam waktu singkat itu bisa ditangkap oleh anak sebagai
inkonsistensi. Sebagai contoh, untuk mengatasi anak yang suka ngamuk
kalau marah, Anda mungkin mencoba dengan memukulnya. Esok harinya, Anda
coba mengurungnya di kamar. Kali lain, Anda meneriakinya. Cobalah
menggunakan strategi yang efektif dengan cara menerapkannya secara
konsisten selama simnggu. Misalnya, setiap kali anak Anda ngamuk, Anda
akan mengurungnya di kamar. Kali berikut, kalau dia mulai ngamuk lagi,
katakan dengan tenang apa yang akan terjadi kalau dia ngamuk lagi. Anak
akan belajar. Jadi, pertahankan peraturan ini.
Sikap tidak konsisten juga bisa terjadi antara ayah dan ibu. Ini
harus dihindarkan. Anak bisa mencoba-coba menggunakan taktik mengadu
domba ayah dan ibunya. Karena itu, sebaiknya orang tua sudah mempunyai
kesepakatan tentang peraturan yang harus dijalankan di rumah. Jika Anda
marah, anak tak akan minta pembelaan ayah atau ibunya.
Posted By Me ( Aditya Septian )
Inspired By My Sister :D
Home » Tips » Mengubah Perilaku Anak Nakal || Tips: Cara Agar Anak Menaati Peraturan
Mengubah Perilaku Anak Nakal || Tips: Cara Agar Anak Menaati Peraturan
Diposting oleh Unknown on Selasa, 13 Desember 2011
Label:
Tips
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar